Monday, November 17, 2025

Cinta, Luka, dan Kesadaran : Strategi Bertahan dengan NPD Tanpa Kehilangan Diri Sendiri

Pendahuluan

Ada masa dalam hidup saya di mana cinta tampak sederhana: cukup saling menyayangi, saling membutuhkan, dan saling mengisi. Sampai akhirnya saya memasuki sebuah hubungan yang mengubah seluruh paradigma itu. Bukan karena hubungan tersebut penuh kebahagiaan, tetapi justru karena penuh dinamika yang mengguncang sisi terdalam diri saya—dinamika yang membuat saya mempertanyakan siapa diri saya, apa yang saya perjuangkan, dan apa yang sebenarnya saya butuhkan.

Saya tidak menulis buku ini sebagai orang yang sempurna.
Saya menulisnya sebagai seseorang yang pernah jatuh.
Berkali-kali.

Saya pernah berada dalam hubungan yang penuh tarik-ulur emosional; penuh kehangatan sesaat dan kekosongan yang panjang; penuh harapan, tetapi juga penuh luka. Saya pernah merasakan bagaimana rasanya dicintai dengan intensitas yang memabukkan, lalu tiba-tiba ditarik mundur seolah saya tidak lagi berarti. Saya pernah merasakan bagaimana cinta bisa menjadi candu, dan bagaimana luka bisa menjadi alasan untuk bertahan lebih lama daripada seharusnya.

Namun di tengah semua itu, ada satu pelajaran besar yang saya dapatkan:

Terkadang, orang yang membuat kita paling terluka adalah guru kehidupan terbesar kita.

Saya perlahan menyadari bahwa hubungan yang mengguncang batin saya itu bukan datang untuk menghancurkan saya, tetapi untuk membangunkan saya. Ia membuka pintu-pintu kesadaran yang selama ini tertutup rapat. Ia memaksa saya untuk melihat pola luka masa kecil, untuk memahami dinamika narsistik, untuk belajar batasan, dan untuk menemukan kembali diri saya yang hilang.

Dari hubungan itulah perjalanan batin saya dimulai.

Saya mempelajari hypnotherapy, coaching, dan NLP bukan karena ingin terlihat hebat, tetapi karena saya ingin memahami diri saya sendiri. Saya ingin tahu mengapa saya tetap bertahan dalam hubungan yang melukai. Saya ingin tahu mengapa hati bisa terikat kuat pada seseorang yang tidak selalu bisa memberikan cinta yang aman. Saya ingin tahu bagaimana melepaskan tanpa membenci, dan bagaimana mencintai tanpa kehilangan diri sendiri.

Perjalanan itu lambat, kadang menyakitkan, tapi sangat membebaskan.

Hari ini, saya menulis buku ini bukan sebagai korban sebuah hubungan,
melainkan sebagai seseorang yang telah menemukan kesadarannya.

Saya menulis buku ini untuk siapa pun yang:

  • sedang mempertanyakan cinta,

  • sedang terjebak dalam hubungan tarik-ulur,

  • sedang berjuang menghadapi pasangan dengan kecenderungan narsistik,

  • atau sedang mencoba bertahan tanpa kehilangan jati diri.

Saya tidak menawarkan keajaiban instan.
Namun saya menawarkan kesadaran
jenis kesadaran yang akan menuntunmu memahami apa yang terjadi,
apa yang kamu rasakan,
dan bagaimana kamu bisa kembali berdiri dengan damai.

Jika hubungan yang penuh luka pernah membuatmu merasa ingin menyerah,
izinkan buku ini menjadi teman perjalananmu.
Karena dari pengalaman paling pahit, kadang lahir kebijaksanaan paling manis.

Selamat datang di perjalanan ini.
Perjalanan kembali pulang kepada dirimu sendiri.

Fitra Lugina

No comments: