Sunday, December 07, 2025

BAB 3 - Mengapa Kamu Masih Bertahan? : Mengupas Trauma Bonding

Ada satu pertanyaan yang selalu menghantui para penyintas hubungan dengan pasangan narsistik: “Kenapa ya aku masih bertahan? Padahal seringkali dia menyakitiku?”

Pertanyaan yang terlihat sederhana, tapi jawabannya tak sesederhana itu. Tak satu pun penyintas hubungan narsistik yang tiba-tiba saja berkata, “Aku ingin bertahan bersama seseorang yang menyakitiku berulang kali” Tidak ada satu pun yang awalnya secara sadar memilih jalan yang penuh luka. Bertahan bukanlah keputusan yang terjadi dalam semalam. Ia terbentuk perlahan melalui dinamika emosi, pola masa lalu, hingga tekanan batin yang tak selalu mudah dijelaskan.

Bab ini mengajakmu melihat ke dalam bukan untuk menyalahkan diri sendiri, tetapi untuk mengerti mekanisme yang mengikatmu, supaya kamu tahu apa yang sebenarnya kamu hadapi.

Trauma Bonding: Ikatan yang Terbentuk dari Luka dan Harapan

Trauma bonding sering disalahpahami sebagai cinta yang terlalu kuat atau loyalitas yang dalam. Padahal, ia jauh berbeda. Ikatan ini lahir dari siklus yang berulang: fase idealisasi yang manis, lalu devaluasi yang menyakitkan, kemudian rekonsiliasi yang menggantungkan harapan. Setiap kali pasangan narsistik kembali menunjukkan sisi baiknya, dalam sekejap otakmu mengira itu adalah “kembalinya” orang yang kamu cintai.

Lalu di sinilah jebakannya bekerja. Saat kamu disakiti, tubuhmu melepaskan hormon stres. Ketika pasangan tiba-tiba menjadi hangat lagi, otak membalasnya dengan dopamin dan oksitosin. Perpaduan kontras antara sakit dan lega inilah yang menciptakan ikatan kuat, mirip kecanduan. Kamu bukan “lemah” tapi karena kamu adalah manusia nirmal. Otak manusia memang merespons ketidakpastian dengan keterikatan yang lebih intens.

Trauma bonding bukan tanda bahwa kamu tidak waras. Justru, ia adalah bukti bahwa kamu sudah berusaha bertahan dalam pola yang tidak pernah benar-benar kamu pahami sejak awal.

Rasa Bertanggung Jawab & Harapan Semu : Ketika Kamu Terjebak oleh Kebaikanmu Sendiri

Penyintas narsisme biasanya bukan orang yang egois. Justru kebalikannya: mereka bertanggung jawab, punya empati tinggi, dan tidak mudah menyerah. Sifat-sifat baik inilah yang sering dimanipulasi oleh pasangan narsistik.

Kamu bertahan mungkin saja karena merasa:
“Kalau aku sedikit lebih sabar, dia mungkin berubah.”
“Dia hanya perlu dipahami.”
“Mungkin, semua ini hanya fase.”

Inilah yang disebut harapan semu. Setiap kali pasangan narsistikmu menunjukkan tanda-tanda “kebaikan”, maka kamu merasa jika perjuanganmu tidak sia-sia. Kamu pikir hubungan ini masih bisa diselamatkan. Padahal yang kamu selamatkan bukan hubungan, melainkan fragmen imajinasimu dalam bentuk versi ideal yang pernah mereka tunjukkan di awal.

Mungkin pada satu sisi kamu merasa bertanggung jawab untuk sebisa mungkin menjaga keutuhan rumah tangga, anak-anak, dan bahkan ingin menyelamatkan pasanganmu dari dirinya sendiri. Tapi pada akhirnya kita harus sadar bahwa hubungan yang sehat tidak pernah meminta seseorang untuk mengorbankan kewarasan hanya demi mendapatkan sebuah ketenangan semu.

Pola Attachment Masa Kecil yang Ikut Berperan

Bertahan terkadang bukan hanya tentang hubungan saat ini. Tanpa disadari, masa kecil kita ikut membentuk cara kita mencintai dan bertahan. Jika sejak kecil kamu terbiasa dengan cinta yang harus dikejar, perhatian yang datang dan pergi, atau validasi yang selalu bergantung pada perilaku tertentu, hubungan dengan pasangan narsistik sering terasa aneh tapi familiar.

Bukan karena kamu menyukai disakiti,
tetapi karena sistem emosimu pernah belajar bahwa cinta memang seperti itu: tidak stabil, tidak pasti, tapi tetap harus diperjuangkan.

Pola attachment masa kecil bisa memengaruhi:

  • bagaimana kamu memaknai konflik,

  • seberapa besar toleransimu terhadap perlakuan buruk,

  • dan bagaimana kamu merespons dinamika tarik-ulur yang diberikan pasangan narsistik.

Memahami ini bukan untuk membuka luka lama, tetapi untuk menyadari bahwa pola yang berulang tidak harus menjadi takdir.

Kebaikan Hatimu yang Justru Membuatmu Bertahan

Kebanyakan penyintas narsisme memiliki hati yang kuat dan lembut pada saat yang sama. Mereka setia, penuh empati, dan cenderung mengutamakan orang lain.
Ironisnya, sifat-sifat mulia ini justru membuatmu paling rentan terluka.

Kamu bertahan bukan karena buta,
tetapi karena kamu melihat potensi, bukan hanya perilaku.
Kamu tahu ia bisa lebih baik — karena kamu pernah melihat secercah itu di awal hubungan. Namun “potensi” bukanlah realita, dan cinta tidak bisa dibangun hanya dari harapan dan pengorbanan satu pihak.

Tidak ada yang salah dengan kebaikanmu. Yang salah adalah ketika kebaikan itu diperas habis-habisan oleh seseorang yang tidak tahu cara menghargainya.

Apakah Kamu Bertahan karena Pilihan Sadar, atau Karena Pola Berulang?

Pertanyaan ini sering menjadi titik balik.
Bertahan bisa menjadi keputusan yang sehat—jika kamu melakukannya dengan kesadaran penuh, batasan yang jelas, dan rencana jangka panjang untuk menjaga kesejahteraan dirimu. Tapi jika kamu bertahan karena rasa takut, kosong, kecanduan emosional, atau pola masa lalu yang tak disadari, maka hubungan itu mulai mengambil alih kendali hidupmu.

Cara mengetahuinya sederhana namun jujur:

  • Apakah kamu merasa punya pilihan?

  • Apakah kamu bisa mengatakan “tidak” tanpa dihukum?

  • Apakah kamu merasa menjadi dirimu sendiri saat bersamanya?

  • Apakah kamu bertahan untuk alasan yang membuatmu tumbuh, atau yang membuatmu bertahan hidup?

Ketika jawaban-jawaban itu mulai terlihat, kamu akan tahu apakah kamu bertahan karena cinta atau karena sebuah pola yang sudah lama tidak kamu sadari.

Bab ini tidak dimaksudkan untuk menghakimi pilihanmu. Namun ini adalah tentang memahami kekuatan dan kerentanan yang hidup di dalam dirimu keduanya adalah pilihan yang valid, keduanya adalah pilihan yang manusiawi dan keduanya perlu dipertimbangkan supaya kamu bisa menentukan langkah terbaik ke depan apakah mau bertahan dengan kesadaran penuh, atau memilih pergi dengan berani.

Keduanya bisa menjadi bentuk cinta, dan yang penting, cinta itu juga harus berlaku untuk dirimu sendiri.

No comments: