Pertama-tama, terima kasih saya haturkan kepada istriku.
Dalam perjalanan ini, engkau hadir sebagai guru kehidupan yang tidak saya temui di bangku pendidikan mana pun. Melalui dinamika yang kami jalani bersama, saya dipertemukan dengan banyak pelajaran tentang kesadaran diri, pengendalian emosi, batasan, dan kedewasaan batin. Dari interaksi itulah pemahaman saya tentang pola narsistik dan cara menghadapinya bertumbuh. Setiap jiwa hadir dalam hidup kita dengan perannya masing-masing, dan saya memilih menghormati peran itu dengan penuh rasa syukur.
Dalam perjalanan ini, engkau hadir sebagai guru kehidupan yang tidak saya temui di bangku pendidikan mana pun. Melalui dinamika yang kami jalani bersama, saya dipertemukan dengan banyak pelajaran tentang kesadaran diri, pengendalian emosi, batasan, dan kedewasaan batin. Dari interaksi itulah pemahaman saya tentang pola narsistik dan cara menghadapinya bertumbuh. Setiap jiwa hadir dalam hidup kita dengan perannya masing-masing, dan saya memilih menghormati peran itu dengan penuh rasa syukur.
Kepada kelima anak-anakku tercinta, kalian adalah alasan terkuat mengapa saya memilih untuk tetap berdiri, belajar, dan bertumbuh. Dalam diam, senyum, tawa, dan kepolosan kalian, saya menemukan makna tentang tanggung jawab, keteguhan, dan harapan. Kalian mengingatkan saya bahwa menjadi utuh secara batin bukan hanya untuk diri sendiri, tetapi juga untuk generasi yang kita jaga dan doakan setiap hari.
Terima kasih yang mendalam untuk kedua orang tua saya, yang dengan kesabaran, doa, dan kehadiran tanpa syarat, menjadi fondasi yang kokoh dalam hidup saya. Dukungan kalian baik yang terucap maupun yang hanya terwujud dalam doa sunyi telah menjadi penopang di saat-saat paling melelahkan.
Dan secara khusus, saya ucapkan terima kasih kepada paman saya, seorang mentor sekaligus praktisi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah (TQN), yang dengan keteladanan dan kebijaksanaannya senantiasa mengingatkan saya untuk tetap on track dalam sabar dan ikhlas menjalani ketentuan-Nya. Dari beliau saya belajar bahwa ketenangan batin bukan dicapai dengan melawan keadaan, melainkan dengan mendekat kepada Sang Pemilik Keadaan melalui sholat, dzikir, sholawat, dan istighfar yang dijalani dengan kesadaran, bukan sekadar rutinitas.
Akhirnya, buku ini saya persembahkan untuk siapa pun yang sedang berjuang memahami dirinya sendiri di tengah hubungan yang rumit. Semoga setiap halaman menjadi pengingat bahwa di balik ujian, selalu ada hikmah; dan di balik luka, selalu ada jalan menuju kedewasaan jiwa.
No comments:
Post a Comment